Jumat, 27 Mei 2011

RESUSITASI

Resusitasi Neonatal

Prinsip Resusitasi Neonatal
Prinsip dasar resusitasi pada kelahiran terangkum dalam pernyataan tahun 1897 berikut: Terdapat tiga prinsip utama penatalaksanaan asfiksia neonatorum: pertama, pertahankan panas tubuh; kedua, bebaskan jalan napas dari obstruksi; ketiga, stimulasi respirasi, atau asupan udara ke paru untuk oksigenasi darah. Acuan baru resusitasi neonatal menekankan efektivitas sebagai kunci keberhasilan.
Sebagian besar bayi baru lahir tidak memerlukan bantuan apapun agar dapat bernapas dengan efektif setelah dilahirkan, dan apabila mereka memerlukannya, sebagian besar hanya membutuhkan bantuan minimal. Beberapa memerlukan intubasi dan ventilasi sementara kebutuhan untuk menggunakan obat dan kompresi dada jarang diperlukan. Kurang lebih 10% dari semua neonatus memerlukan bantuan pada waktu dilahirkan, hanya 1% yang memerlukan resusitasi lanjut. Diperkirakan asfiksia perinatal merupakan penyebab seperlima semua kematian neonatal di seluruh dunia; tindakan resusitasi sederhana dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas yang disebabkan asfiksia perinatal.
 Terdapat beberapa faktor resiko antepartum dan intrapartum in utero, seperti hipertensi yang disebabkan kehamilan (PIH), gangguan pertumbuhan intra uterin (IUGR), prematuritas, perdarahan antepartum (APH), ruptur membran prematur (PROM), dan sumbatan mekonium sehingga bayi memerlukan resusitasi. Pada benyak peristiwa, asfiksia terjadi tanpa diduga, jadi penting untuk memiliki personel yang cukup terlatih dalam hal resusitasi neonatal dengan piranti yang memadai pada waktu persalinan sedang berlangsung.

Fisiologi
Ekspansi paru segera pada waktu lahir memerlukan tekanan ventilasi yang lebih tinggi dibandingkan pada tahap lainnya masa bayi. Kegagalan ekspansi ruang alveolar yang adekuat dapat terjadi pada hipoksemia dan asfiksia. Asfiksia menyebabkan hipoksia progresif, hiperkapnia, hipoperfusi dan asidosis.
Konsekuensi dari hipoksia dan asidosis adalah vasokonstriksi paru, pembukaan duktus arteriosus, right-to-left shunting, disfungsi myokard, output jantung kurang, asidosis metabolik dan kerusakan sistem organ. Pada hipoksia janin, setelah beberapa kali napas dangkal pusat respirasi tidak dapat melanjutkan inisiasi pernapasan sehingga pernapasan berhenti. Hal ini disebut apnu primer. Sebagian besar neonatus dengan apnu primer merespon stimulasi saja. Jika hipoksia menetap, bayi mulai terengah. Periode antara engahan terakhir dan cardiac arrest disebut apnu skunder. Secara klinis, tidak mungkin membedakan apnu primer dan sekunder. Karenanya penting untuk menduga bayi apnu mengalami apnu sekunder. Penatalaksanaannya berupa bag and mask ventilation, kompresi dada, intubasi dan obat-obatan.

Preparasi
Untuk mempersiapkan resusitasi diperlukan peralatan yang memadai dan paling tidak satu orang terlatih. Tabel 5.1 mencantumkan peralatan resusitasi neonatal penting yang diperlukan untuk semua persalinan. Kewaspadaan yang menyeluruh serta asepsis yang ketat harus dipertahankan.
Peralatan resusitasi neonatal
·         Permukaan meja resusitasi dengan alas yang cukup keras
·         Sumber kehangatan dan cahaya
·         Jam dengan pencatat waktu
·         Oksigen
·         Kain linen, kantung polietilen atau pembungkus yang hangat
·         Sarung tangan
·         Stetoskop
·         Ekstraktor lendir/suction apparatus, kateter suction (6, 8, 10 Fr)
·         Facemask (ukuran 0 dan 1)
·         Kantung self-inflating dengan penampung (ukuran bayi baru lahir), flow-inflating bag atau T-piece device
·         Laringoskop dengan bilah lurus (ukuran 0 dan 1), bohlam dan baterai cadangan
·         Endotracheal tubes (ukuran 2.0, 2.5, 3.0, 3.5 dan 4 mm ID)
·         Stylet
·         Nasogastric tubes (6, 8 Fr)
·         Disposable syringes (1, 2 dan 10 ml), jarum sekali pakai n(no. 23 dan 24)
·         Kanul intravena, Kateter pembuluh umbilikalis
·         Pita perekat, gunting
·         Obat – larutan NaCl, naloxone, adrenalin (1:10.000)
Jika diperkirakan akan terjadi persalinan prematur (usia kehamilan kurang dari 37 minggu), diperlukan persiapan khusus karena bayi tersebut memiliki paru imatur sehingga lebih sulit untuk berventilasi dan rentan terhadap cedera oleh ventilasi tekanan positif. Bayi prematur juga memiliki pembuluh darah imatur di otak sehingga rentan terhadap perdarahan; kulit yang tipis dan bisang permukaan yang luas, sehingga menyebabkan hilangnya panas dengan cepat; semakin rentan terhadap infeksi; dan peningkatan resiko syok hipovolemik.
Evaluasi
·         Apakah bayi lahir dengan usia kehamilan yang memadai?
·         Apakah cairan amnion bebas dari mekonium dan tanda-tanda infeksi?
·         Apakah bayi bernapas atau mennagis?
·         Apakah tonus otot bayi baik?
Jika jawaban dari semua pertanyaan tersebut adalah “ya,” maka bayi tidak memerlukan resusitasi. Bayi dapat dikeringkan, langsung diletakkan di dada ibunya dan dibungkus dengan kain linen hangat untuk mempertahankan suhu. Harus dilakukan pengawasan terus menerus terhadap pernapasan, aktivitas, dan pewarnaan.
Jika jawaban dari salah satu atau semua pertanyaan di atas adalah “tidak,” maka bayi masuk ke dalam salah satu tindakan berikut:
1.      Langkah awal stabilisasi (berikan kehangatan, posisikan bayi, bebaskan jalan napas, keringkan, stimulasi, reposisi)
2.      Bernapas, yaitu dengan ventilasi
3.      Kompresi dada
4.      Pemberian adrenalin dan/atau ekspansi volume
Diperlukan waktu tiga puluh detik untuk menyelesaikan setiap langkah, dan menentukan apakah langkah selanjutnya diperlukan.
Teknik Resusitasi 
Resusitasi TABC yaitu mempertahankan temperatur (Temperature), jalan napas (Airway), pernapasan (Breathing) dan sirkulasi (Circulation)

Langkah Dasar
Langkah awal resusitasi neonatal sama pentingnya dengan aspek lainnya. Langkah tersebut yaitu mencegah hilangnya panas, keracunan, suctioning, evaluasi dan stimulasi taktil.
Mencegah hilangnya panas
Bayi harus ditempatkan di bawah sumber radiasi panas (radiator pemanas, lampu bohlam, atau pemanas) dengan matras/kain linen yang sudah dihangatkan sebelumnya. Bayi dikeringkan dengan benar, kain linen basah diganti dan kemudian dibungkus dengan kain hangat dan selimut. Setelah dikeringkan, ia diletakkan bersentuhan kulit di dada atau perut ibunya untuk mempertahankan kehangatan. Bayi prematur memerlukan teknik penghangatan tambahan seperti membungkus bayi dengan plastik atau kantung (plastik tahan panas yang bisa digunakan untuk makanan) dengan kepala bayi di luar kantung sementara tubuh terbungkus sepenuhnya. Hal ini efektif mengurangi hilangnya panas selama resusitasi.
Hipertermia juga harus dihindari karena berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas SSP. Tujuan dari tindakan ini adalah mencapai normotermia dan menghindari hipertermia.

Posisikan bayi
Bayi paling baik diletakkan terlentang atau menyamping dengan kepala pada posisi netral atau sedikit ekstensi, menggunakan sandaran bahu satu inchi, dan jika mungkin, dengan kepala menghadap ke arah sisi.
Suctioning.
 Bayi baru lahir yang sehat dan aktif biasanya tidak memerlukan suctioning pada waktu dilahirkan. Sekresi dapat disingkirkan dari hidung dan mulut menggunakan selang atau handuk. Jika diperlukan suctioning, bersihkan dahulu sekresi dari mulut kemudian hidung dengan bulb syringe atau katetersuction (8 atau 10 Fr). Tekanan suction tidak boleh melebihi 80-100 mm Hg. Suction faringeal yang agresif dapat menyebabkan spasme laringeal dan bradikardia vagal sehingga mengakibatkan keterlambatan pernapasan spontan.
Membersihkan jalan napas dari mekonium. Bayi yang dilahgirkan dengan cairan yang mengandung mekonium beresiko mengalami pneumonia respirasi. Intrapartum suctioning (menghisap dari mulut dan faring bayi sebelum mengeluarkan bahu) tidak mempengaruhi insidens atau beratnya sindrom aspirasi mekonium sehingga tidak lagi dianjurkan.
Jika bayi tidak menunjukkan respirasi atau mengalami depresi pernapasan, hipotonia atau bradikardia, menghisap mekonium dari faring harus dilakukan dibawah pengawasan dan, jika diperlukan, diikuti intubasi singkat dan suction trakea. Penghangatan dapat diberikan oleh radiator pemanas namun pengeringan dan stimulasi  biasanya harus ditunda pada bayi dengan keadaan demikian.
Suction trakea dilakukan dengan memasang suction langsung ke endotracheal tube pada waktu dikeluarkan dari jalan napas. Suction melalui kateter yang dimasukkan ke dalam tube ET tidak dianjurkan. Intubasi dansuctioning dilakukan kembali sampai hanya sedikit mekonium yang ditemukan. Akan tetapi, jika denyut jantung atau respirasi sangat terdepresi, maka perlu dilakukan ventilasi tekanan positif walau ditemukan sedikit mekonium di jalan napas.
Tracheal suctioning bayi aktif dengan cairan dengan bercak mekonium tidak memperbaiki hasil dan dapat menyebabkan komplikasi.

Stimulasi taktil.
 Stimulasi dilakukan dengan mengeringkan dan suctioning biasanya cukup untuk memulai respirasi efektif pada sebagian besar bayi baru lahir. Rangsang taktil tambahan diberikan dengan menggosok telapak kaki atau menggosok punggung, dilakukan sekali atau dua kali, bersama dengan pemberian oksigen aliran bebas. Stimulasi taktil bisa memicu respirasi spontan pada bayi apnu primer namun apabila ia tidak merespon tindakan ini, maka bayi apnu sekunder sehingga dibutuhkan ventilasi tekanan positif.

Evaluasi Periodik dengan Interval 30 Detik
Setelah pemeriksaan awal dan langkah awal, resusitasi lanjut harus dipandu pemeriksaan simultan respirasi, denyut jantung, dan warna. Bayi harus bernapas reguler yang memadai untuk memperbaiki warna dan mempertahankan denyut di atas 100 denyut per menit.
Semua bayi baru lahir harus diperiksa:
1.      Respirasi
2.      Denyut jantung
3.      Warna
Nilai Apgar yang biasa digunakan tidak memiliki manfaat untuk resusitasi neonatal.
Respirasi
Respirasi dinilai dengan mengamati dada dan menggolongkannya ke dalam pernapasan spontan, ektif, apnu atau terengah. Sebagian besar bayi baru lahir dapat bernapas reguler dengan warna yang baik dan denyut diata 100 kali per menit setelah upaya pernapasan awal. Terengah atau apnu mengindikasikan perlunya penggunaan ventilasi.
Denyut jantung
 Denyut jantung dimonitor dengan auskultasi precordium menggunakan stetoskop atau palpasi pulsasi korda umbilikalis yang dihitung selama enam detik kemudian dikalikan sepuluh. Denyut jantung normal lebih dari 100 kali per menit.
Warna
Warna bayi dapat dikelompokkan menjadi sianosis sentral, sianosis perifer, atau merah muda. Neonatus sehat akan tampak merah muda tanpa oksigen. Acrosianosis (warna kebiruan pada kaki atau tangan saja) biasa ditemukan pada awal dan bisa menjadi petunjuk keadaan lain seperti stress dingin. Sianosis sentral biasanya ditemukan di wajah, badan dan mukosa. Pucat (pallor) bisa disebabkan hipotensi, hipovolemia, anemia berat, hipotermia atau asidosis.
Pemberian oksigen
Secara konvensional, resusitasi dilakukan dengan pemberian oksigen 100%. Terdapat kekhawatiran mengenai potensi efek samping pemberian oksigen 100% pada bayi baru lahir. Uji kontrol acak menunjukkan reduksi signifikan mortalitas dan tidak ada tanda kerusakan pada bayi yang diresusitasi di udara ruang dibandingkan dengan oksigen 100%, walaupun masih ada masalah metodologis mengenai penelitian tersebut dan hasilnya harus diinterpretasikan dengan hati-hati.
Resusitasi saat ini bisa dilakukan dengan udara ruangan atau oksigen 100% atau campuran keduanya. Dianjurkan oksigen tambahan harus tersedia apabila 90 detik setelah persalinan keadaan tidak membaik. Oksigen tambahan juga dianjurkan apabila ventilasi tekanan positif mengindikasikan resusitasi. Pada keadaan dimana oksigen tambahan tidak tersedia, ventilasi tekanan positif harus diberikan dengan udara ruang.
Oksigen aliran bebas 5 liter per menit harus diberikan pada bayi yang bernapas namun mengalami sianosis sentral. Hal ini dapat dilakukan dengan pemasangan masker wajah atau sungkup tangan di sekitar selang oksigen di dekat wajah bayi.
Ventilasi
Ventilasi efektif saja merupakan kunci resusitasi semua bayi yang apnu atau bradikardi pada waktu lahir.
Ventilasi tekanan  positif harus dilakukan apabila bayi masih tetap apnu atau terengah, jika denyut jantung < 100 kali per menit setelah 30 detik dilakukannya langkah pertama, atau bayi masing mengalami sianosis sentral walaupun telah diberikan oksigen tambahan.
Napas awal harus mencapai tekanan 30-40 cm H2O kemudian 15-20 cm H2O. Paru prematur bisa rusak oleh inflasi volume besar pada waktu lahir yang bisa menyebabkan displasia bronkopulmoner. Inflasi paru awal pada bayi prematur harus dilakukan dengan tekanan inflasi lebih rendah 20-25 cmH2O, walaupun beberapa bayi tidak merespon tekanan yang lebih tinggi.
Laju optimal ventilasi 40-60 pernapasan per menit dilakukan pada hitungan tekanan satu-dua-tiga-remas. Kantong diremas hanya dengan ujung jari dan bukan dengan seluruh tangan.
Ventilasi yang adekuat  ditandai oleh naik turunnya dada, terdengarnya bunyi napas pada auskultasi, mempertahankan denyut jantung diatas 100 per menit, bernapas spontan dan warna kulit yang merah.
Respon yang tidak adekuat terhadap ventilasi dapat disebabkan oleh:
–      kurang rapatnya sungkup dan wajah
–      obstruksi jalan napas
–      kurangnya tekanan inflasi
–      oksigen yang tidak adekuat (periksa pasokan oksigennya dan penyalurannya)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar