Rabu, 20 April 2011

Hepatitis

Penyakit hepatitis di Indonesia masih cukup tinggi. Oleh karena itu, penyakit hepatitis sebagai komplikasi kehamilan akan lebih sering dijumpai. Hal ini dapat berakibat buruk terhadap kehamilan, persalinan dan nifas bahkan dapat mengancam keselamatan ibu.
HEPATITIS SEBAGAI KOMPLIKASI DALAM KEHAMILAN
HEPATITIS OLEH KOMPLIKASI KEHAMILAN
PENULARAN HEPATITIS
Hepatitis akibat virus pada kehamilan dapat ditularkan kepada janin, baik dalam rahim maupun segera setelah lahir. Penularan virus ini kepada janin dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu :
Melewati tali ari-ari
Pencemaran dengan darah dan tinja ibu pada waktu persalinan
Kontak langsung bayi baru lahir dengan ibunya
Melewati Air Susu Ibu pada masa laktasi.
Hiperemesis Grvidarum
Dengan mual, muntah dan anoreksia dapat menimbulkan kekurangan cairan dan zat makanan, sehingga terjadi kelainan pada hati disertai dengan ikterus, karena adanya nekrosis pusat lobus hepar. Kadar bilirubin meningkat sampai 2,0-5,5%.
Pre-Eklamsia dan Eklamsia
Pada pre-eklamsi dan eklamsi terjadi spasme arteriol menyeluruh termasuk di hati. Menurut perkiraan, secara histologik hamper setengah penderita eklamsi terjadi kelainan pada hati.
Ikterus Rekuren Gravidarum
Ikterus rekuren gravidarum adalah timbulnya ikterus yang tidak diketahui penyebabnya, disertai rasa gatal dibadan pada setiap kehamila. Kelainan yang dijumpai adalah kolestasis dengan pewarnaan empedu ditengah lobules hati dan sel-sel hati tidak mengalami kerusakan. Pengobatan secara simtomatis dan pemberian vitamin K.
Atrofi Kunig Hati Akut
Atrofi kuning akut obstetric terjadi pada bulan-bulan terakhir kehamilan atau dalam persalinan, namun hal ini jarang dijumpai. Gejalanya muntah hebat, sakit epigastrium, ikterus progresif, koma dan kematian. Penyebabnya belum diketahui, kemungkinan mungkin disebabkan adanya toksin dari janin atau plasenta atau dari luar. Bila hal ini dijumpai, biasanya tidak banyak yang dapat dilakukan untuk menolong ibu dan janin. Apabila janin masih hidup maka dapat dipertimbangkan induksi persalinan.
Hepatitis Infeksiosa
Penyebab hepatitis infeksiosa adalah 2 jenis virus yang enyerang baik para remajamaupun orang dewasa., baik oleh virus Adan virus B hepatitis. Didaerah tropis, wanita hamil lebih sering menderita hepatitis dengan penyakitnya lebih parah, mengakibatkan kerusakan sel-sel hati yang luas. Nekrosis menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan janin yang tinggi.
Gambaran klinik penyakit hepatitis pada ibu hamil berupa anoreksi, demam, mual, muntah, nyeri ulu hati, ikterus, dan pembesaran hati. Tetapi dengan pemeriksaan labor menggunakan urin, darah, dan fungsi hati akan menguatkan diagnosis.
Pengaruh dalam kehamilan
Terjadinya abortus, partus prematurus, dan kematian janin dalam kandungan.
Pengaruh dalam persalinan dan nifas
Penghentian kehamilan tidak mngubah jalannya penyakit, baik dengan jalan abortus buatan maupun dengan induksi persalinan.
Bila tidak ada indikasi penyelesaian persalinan, persalinan pervaginam diawasi dengan baik.
Kala II boleh diperpendek dengan ekstraksi vakum atau forcep bila janin hidup dan embriotomi bila mati.
Bahaya yang palingmengancam ibu adalah pada saat pasca persalinan, karena sering terjadi perdarahan yang hebat dan sulit di kontrol.
Penanganan
Pengobatan hepatitis dalam kehamilan sama dengan keadaan tidak hamil, dalam hal ini kita harus bekerjasama dengan ahli patologi klinik dan penyakit dalam.
Diberikan infuse dengan cairan dektrosa dan glukosa dan elektrolit yang cukup.
Obata-obatan antibiotik, kortikosteroid, dan obat proteksi hati.
Sirosis Hepatis
Wanita dengan sirosis hepatis dapat menjadi hamil, bila fungsi hati masih baik terhadap kehamilan, sebaliknya kehamilan tidak banyak pengaruhnya terhadap sorosis hepatis.
Pada kasus berat dengan varises esophagus dan hamil, sebaiknya kehamilan dihentikan. Pada penyakit ringan kehamilan, persalinan, dan nifas dengan pengawasan yang baik dan teratur biasanya akan berjalan seperti biasa.
Kolelitiasis dan Kolesistitis
Kehamilan dianggap sebagai factor predisposisi penyakit kolelitiasis dan kolesistisis. Kombinasi antara lambatnya pengosongan kandung empedu dan adanya hiperkholesterolemia dalam kehamilan memudahkan terbentuknya batu. Gejalanya berupa kolik, demam, ikterus, feses pucat dan urobilinogen dalam urin negatif. Pengaruh terhadap kehamilan tidak banyak. Bila kolik dan demam hebat, penanganannya adalah operatif.
Gejala klinik hepatitis
Demam ringan
Mual dan muntah
Nyeri kepala
Lesu
Ikterus (1-2 minggu setelah gejala diatas)
Baik virus Hepatitis A maupun virus Hepatitis B dapat menembus tali ari-ari, sehingga terjadi hepatitis akibat virus dalam rahim dengan akibat janin lahir mati, atau janin mati pada periode bayi baru lahir. Jenis virus yang lebih banyak dilaporkan dapat menembus tali ari-ari, ialah virus tipe B. Beberapa bukti, bahwa virus hepatitis dapat menembus tali ari-ari, ialah ditemukannya keberadaan virus dalam tubuh janin dalam rahim atau pada janin baru lahir.
Pada wanita hamil dapat menyebabkan abortus dan partus prematurus. Perdarahan sesudah persalinan mungkin banyak sekali dan setelah partus kadang-kadang timbul atrofi hati kuning yang akut yang membawa maut.
Maka selama kehamilan ibu harus :
Kombinasi antibiotik pasif dan imunisasi aktif vaksin hepatitis B
Tidak minum alkohol
Menghindari obat-obatan yang hepatotoksis seperti asetaminofen yang dapat memperburuk kerusakan hati
Tidak mendonor darah, bagian tubuh dan jaringan. Tidak menggunakan alat pribadi yang dapat terpapar darahdengan orang lain
Menginformasikan pada dokter anak, dokter Kebidanan dan bidan bahwa mereka carrier hepatitis B. Pastikan bahwa bayi mereka mendapat vaksin hepatitis B waktu lahir, umur 1 bulan, dan 6 bulan
Mendiskusikan risiko penularan dengan pasangan mereka dan mendiskusikan pentingnya konseling dan pemeriksaan
Sedangkan pada saat persalinan harus dilaksanakan dengan SC
Pencegahan
Semua Ibu hamil yang mengalami kontak langsung dengan penderita hepatitis virus A hendaknya diberi immuno globulin sejumlah 0,1 cc/kg. berat badan.
Pemberian vaksin hepatitis B minimal 3x.
Gamma globulin ternyat atidak efektif untuk mencegah hepatitis virus B.
Gizi Ibu hamil hendaknya dipertahankan seoptimal mungkin, karena gizi yang buruk mempermudah penularan hepatitis virus.
Untuk kehamilan berikutnya hendaknya diberi jarak sekurang-kurangnya enam bulan setelah persalinan, dengan syarat setelah 6 bulan tersebut semua gejala dan pemeriksaan laborato-rium telah kembali normal.Setelah persalinan, pada penderita hendaknya tetap dilakukanpemeriksaan laboratorium dalam waktu dua bulan, empat bu-lan dan enam bulan kemudian.


PENGARUH HEPATITIS TERHADAP JANIN
3,5 % Risiko keseluruhan dari infeksi neonatal kira-kira 75% jika ibu terinfeksi pada trimester ketiga atau masa nifas, dan risiko ini jauh lebih rendah (5-10%) jika ibu terinfeksi pada awal kehamilan. Sebagian besar infeksi pada bayi baru lahir kemungkinan terjadi saat persalinan dan kelahiran atau melalui kontak ibu dengan bayi.
Walaupun sebagian besar bayi-bayi menunjukkan tanda infeksi ikterus ringan, mereka cenderung menjadi carrier. Status carrier ini dipertimbangkan akan menjadi sirosis hepatis dan karsinoma hepatoseluler. Infeksi kronik terjadi kira-kira 90% pada bayi yang terinfeksi, 60% pada anak < 5 tahun dan 2%-6% pada dewasa. Diantaranya, seseorang dengan infeksi kronik HBV, risiko kematian dari sirosis dan karsinoma hepatoselular adalah 15% - 25%. Infeksi HBV bukan merupakan agen teratogenik. Bagaimanapun, terdapat insidens berat lahir rendah yang lebih tinggi diantara bayi-bayi dengan ibu yang menderita infeksi akut selama hamil. Pada satu penelitian hepatitis akut maternal (tipe B atau non-B) tidak mempengaruhi insidens dari malformasi kongenital, lahir mati, abortus, atau malnutrisi intrauterin. Tetapi, hepatitisakut menyebabkan peningkatan insidens prematuritas.
Infeksi hepatitis B kadang tidak disadari karena hanya menimbulkan demam ringan. Hanya 30% penderita yang mengalami kuning, mual, muntah, dan nyeri perut kanan atas. Oleh karena itu, diagnosis ditegakkan dengan mengandalkan pemeriksaan darah yang spesifik untuk hepatitis B (HbsAg, anti-HBs) dan fungsi hati yaitu enzim SGOT dan SGPT. Infeksi hepatitis B tidak menyebabkan kematian atau kecacatan pada janin. Namun infeksi saat kehamilan kerap berkaitan dengan berat lahir rendah dan lahir prematur. Penularan ke bayi lebih besar terjadi jika ibu terinfeksi pada trimester ke tiga, yaitu 10% pada trimester pertama dan 60-90% pada trimester ketiga.
PENGELOLAAN BAYI BARU LAHIR DENGAN IBU HEPATITIS B
Penanganan secara multidisipliner antara dokter spesialis penyakit dalam, spesialis kebidanan & kandungan dan spesialis anak. Satu minggu sebelum taksiran partus, dokter spesialis anak mengusahakan vaksin hepatitis B rekombinan dan imunoglobulin hepatitis B. Pada saat partus, dokter spesialis anak ikut mendampingi, apabila ibu hamil ingin persalinan diltolong bidan, hendaknya bidan diberitahukan masalah ibu tersebut, agar bidan dapat juga memberikan imunisasi yang diperlukan.
Ibu yang menderita hepatitis akut atau test serologis HBsAg positif, dapat menularkan hepatitis B pada bayinya :
·
·
·
·
Yakinkan ibu untuk tetap menyusui dengan ASI, apabila vaksin diatas sudah diberikan (Rekomendasi CDC), tapi apabila ada luka pada puting susu dan ibu mengalami Hepatitis Akut, sebaiknya tidak diberikan ASI. 
Mengingat mahalnya harga immunoglobulin hepatitis B, maka bila orang tua tidak mempunyai biaya, dilandaskan pada beberapa penelitian, pembelian HBIg tersebut tidak dipaksakan. Dengan catatan, imunisai aktif hepatitis B tetap diberikan secepatnya.
Bila tersedia pada saat yang sama beri Imunoglobulin Hepatitis B 200 IU IM (0,5 ml) disuntikkan pada paha yang lainnya, dalam waktu 24 jam sesudah lahir (sebaiknya dalam waktu 12 jam setelah bayi lahir).
Berikan dosis awal Vaksin Hepatitis B (VHB) 0,5 ml segera setelah lahir, seyogyanya dalam 12 jam sesudah lahir disusul dosis ke-2, dan ke-3 sesuai dengan jadwal imunisasi hepatitis.
Tatalaksana khusus sesudah periode perinatal :

Dilakukan pemeriksaan anti HBs dan HbaAg berkala pada usia 7 bulan (satu bulan setelah penyuntikan vaksin hepatitis B ketiga) 1, 3, 5 tahun dan selanjutnya setiap 1 tahun.

1. Bila pada usia 7 bulan tersebut anti HBs positif, dilakukan pemeriksaan ulang anti HBs dan HBsAg pada usia 1, 3, 5 dan 10 tahun.
2. Bila anti HBs dan HBsAg negatif, diberikan satu kali tambahan dosis vaksinasi dan satu bulan kemudian diulang pemeriksaan anti HBs. Bila anti HBs positif, dilakukan pemeriksaan yang sama pada usia 1, 3, dan 5 tahun seperti pada butir a.
3. Bila pasca vaksinasi tambahan tersebut anti HBs dan HBsAg tetap negatif, bayi dinyatakan sebagai non responders dan memerlukan pemeriksaan lanjutan yang tidak akan dibahas pada makalah ini karena terlalu teknis.
4. Bila pada usia 7 bulan anti HBs negatif dan HBsAg positif, dilakukan pemeriksaan HBsAg ulangan 6 bulan kemudian. Bila masih positif, dianggap sebagai hepatitis kronis dan dilakukan pemeriksaan SGOT/PT, USG hati, alfa feto protein, dan HBsAg, idealnya disertai dengan pemeriksaan HBV-DNA setiap 1-2 tahun.
Bila HBsAg positif selama 6 bulan, dilakukan pemeriksaan SGOT/PT setiap 2-3 bulan. Bila SGOT/PT meningkat pada lebih dari 2 kali pemeriksaan dengan interval waktu 2-3 bulan, pertimbangkan terapi anti virus.

Tatalaksana umum

Pemantauan tumbuh-kembang, gizi, serta pemberian imunisasi, dilakukan sebagaimana halnya dengan pemantauan terhadap bayi normal lainnya. Pada HCV sebaiknya tidak memberikan ASI karena 20 % ibu dengan Hepatitis C ditemukan Virus dalam kolostrumnya. Pada penelitian Kumal dan Shahul, ditemukan infeksi HCV pada bayi yang tidak mengandung HCV RNA padahal bayi-bayi tersebut mendapat ASI eksklusif dari Ibu dengan HCV.
Untuk pencegahan maka yang harus menjalani pemeriksaan adalah
Setiap wanita hamilsaat ANC pertama kali untuk mencek HbsAg
Setiap wanita yg akan melahirkan yang tidak menjalani pmeriksaan HBsAg pada kunjunganANC